Makassar, DB – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Haedar Nashir memaparkarkan dua kunci untuk menjadi bangsa yang unggul.
Hal tersebut ia sampaikan saat meluncurkan buku terbarunya “Indonesia: Ideologi dan Martabat Pemimpin Bangsa”. Acara dihelat di Balai Sidang Muktamar, Kampus Universitas Muhammadiyah Makassar, Jl Sultan Alauddin, Minggu (15/5/2022).
Haedar menyebut, jika ingin menjadi bangsa yang maju, kita membutuhkan ideologi yang kuat dan pemimpin bermartabat.
Ia menganalogikan dua kunci kemajuan tersebut seperti tubuh manusia. Ideologi diibaratkan sebagai jantung, sedangkan pemimpin adalah kepala.
“Bila jantung berhenti berdetak, maka tubuh akan mati. Ada pula pepatah mengatakan, ikan busuk dimulai dari kepala, artinya keburukan atau kejatuhan suatu bangsa tergantung kepalanya, yakni para pemimpin,” pungkas Guru Besar Sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini.
Ideologi yang dimaksud adalah pokok pikiran yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945. Menurut Haedar, Pemerintahan negara yang direpresentasikan oleh eksekutif, legislatif, dan yudikatif serta kelembagaan pemerintahan negara lainnya dari pusat sampai daerah wajib hukumnya merujuk pada pemikiran dasar tersebut, termasuk kekuatan partai politik.
“Jangan bermain-main dengan mengakalinya demi melanggengkan politik kekuasan dan kepentingan apapun,” pungkas Haedar.
Apresiasi Pengamat
Sementara itu, Pengamat Politik Universitas Hasanuddin Dr Adi Suryadi Culla yang didaulat memberikan testimoni, mengaku telah membaca tulisan-tulisan Haedar sejak tahun 1990-an.
Menurut Adi, Haedar memaparkan hubungan Islam dan Ideologi Pancasila secara sangat apik. “Pak Haedar tidak sekadar membahas Pancasila sekadar sebagai refleksi abstrak. Melainkan refleksi historis dan faktul bagaimana pergumulan ideologi bangsa oleh para founding fathers bangs aini,” ungkap Dosen Hubungan Internasional Unhas ini.
Adi Suryadi Cula merekomendasikan buku ini dibaca, bukan hanya untuk internal warga Muhammadiyah, melainkan untuk masyarakat luas.
“Pak Haedar memberikan ulasan yang sangat jelas bagaimana relasi Islam dan Pancasila yang tidak lagi harus dipertentangkan,” ungkapnya.
Sebelum peluncuran Rektor Unismuh Prof Ambo Asse juga memberikan pengantar yang mengapresiasi kejernihan Haedar Nashir dalam merefleksikan persoalan-persoalan bangsa.
“Prof Haedar mengulas bagaimana Islam merupakan bagian tak terpisahkan dari sejarah Indonesia. Jadi kalau ada upaya untuk mendiskreditkan umat Islam dari pentas sejarah Indonesia, berarti mereka buta sejarah,” pungkas Ambo Asse, yang merupakan Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel.
Peluncuran buku ditandai dengan sentuhan buku terbaru Haedar ke layar LED yang ada di atas panggung. Setelah itu muncul video tayangan buku-buku yang pernah ditulis Haedar Nashir, hingga buku “Indonesia: Ideologi dan Martabat Pemimpin Bangsa”.
Kemudian dilanjutkan dengan penandatanganan figura sampul buku tersebut oleh penulisnya Prof Haedar Nashir.
Kegiatan ini dihadiri sekitar 300 orang peserta yang merupakan utusan Pimpinan Daerah Muhammadiyah dan Perguruan Tinggi Muhammadiyah se-Sulsel.
Pakar Politik Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar Dr Arqam Azikin, manyatakan, apa yang dipaparkan Prof Haedar dalam konteks Ideologi Negara, bahwa “Sila Keempat Pancasila tercantum kata Permusyawaratan dan Perwakilan, itulah arah dari sistem politik yang mestinya dijalankan pada mekanisme dengan proses politik lewat perwakilan di legislatif. Karena, 21 tahun jalannya model politik langsung, telah merusak tatanan sistem birokrasi, hubungan sosial kemasyarakatan tercabik, konflik horisontal berjalan, serta biaya mahal proses politik langsung. Nah, bila dikotomi sosial politk sistem langsung berjalan terus menerus, akan dapat membahayakan potensi disintegrasi masyarakat, khusus nya lebih merusak potensi berpikir generasi muda bangsa kita dalam jangka panjang. Dan, mencegah berkembangnya politik kekuasaan yang dominan, dapat menyelamatkan eksistensi pertahanan dan keamanan nasional secara berkesinambungan.” (RLS)
Peluncuran Buku Prof Haedar Nashir di Unismuh Makassar, Ketum PP Muhammadiyah: Jangan Akali UUD 1945 Untuk Langgengkan Politik Kekuasaan
