Berita  

Gerbang Tani Desak Presiden Jokowi Anulir Regulasi Izin Pemanfaatan Pasir Laut

MAKASSAR,- Pembukaan izin ekspor pasir laut akan memicu pengrusakan wilayah pesisir dan sumber daya yang ada di dalamnya secara besar-besaran. Terlebih lagi, pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut juga secara tidak langsung memberikan peluang kepada pelaku usaha untuk melakukan kegiatan reklamasi, tak terkecuali reklamasi pantai, di dalam negeri yang memerlukan pasir laut dalam jumlah besar seperti yang terjadi di utara Jakarta.

Lebih dari itu, penyedotan pasir laut menggunakan kapal isap jelas akan berimbas pada rusaknya wilayah tangkapan ikan nelayan kecil yang beroperasi di perairan <12 mil. Bila kedua hal ini diabaikan, niscaya konflik horisontal tinggal menunggu waktu saja. Pertambangan pasir di pulau-pulau kecil sejatinya dilarang di dalam Pasal 35 huruf i Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Di dalam Pasal 35 huruf i, tegas dinyatakan bahwa, “melakukan penambangan pasir pada wilayah yang apabila secara teknis, ekologis, sosial, dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan Masyarakat sekitarnya”. Bila dipahami secara utuh, pelarangan ini bertolak dari fakta kerusakan lingkungan dan kerugian yang dialami oleh masyarakat pesisir, khususnya mereka yang berprofesi sebagai nelayan kecil dan beroperasi di perairan <12 mil, akibat kegiatan penambangan pasir Untuk itu, Ketum Gerakan Kebangkitan Petani dan Nelayan Indonesia (Gerbang Tani), Idham Arsyad mendesak kepada Presiden Jokowi untuk menganulir pemberlakukan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2023 tersebut.