Oleh: *DR.H. Abdul Wahid, MA*
(Akademisi & Muballigh Makassar)
Bung Karno pernah berkata; *Jangan lupa jas merah* artinya jangan pernah melupakan sejarah. Peristiwa sejarah merupakan rekaman dan potret berbagai peristiwa masa lalu yang mengiringi perjalanan suatu bangsa di dunia termasuk di tanah air.
Untuk itu, salah satu sejarah kelam yang sulit dilupakan bangsa Indonesia adalah peristiwa pemberontakan Gerakan 30 September 1965 atau G30 S PKI. Peristiwa tersebut tidak hanya meninggalkan luka mendalam dan kesedihan bagi keluarga korban pembunuhan tujuh jenderal saat itu, namun luka tersebut juga dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia dari Sabang hingga Merauke.
Perlu diketahui masyarakat Indonesia saat ini khususnya generasi muda bahwa aksi G30 S PKI yang terjadi pada tahun 1965 merupakan aksi propaganda dan pemberontakan yang bertujuan untuk menggulingkan kekuasaan Presiden Soekarno saat itu, serta mengubah dasar negara dari Pancasila menjadi komunis.
Sebelum PKI melancarkan aksi yang dikenal dengan Gerakan 30 September, PKI juga pernah melakukan pemberontakan di Madiun pada tanggal 18 September 1948. Upaya pemberontakan kedua yang dilakukan PKI pada tahun 1965 bertujuan untuk mengubah ideologi negara dan menjadikan Indonesia sebagai negara tidak bertuhan.
Dalam peristiwa itu, ribuan orang ikut tewas akibat perang saudara yang dipimpin kelompok PKI. Mereka yang tewas akibat pemberontakan tersebut terdiri dari ribuan santri, ulama, dan masyarakat umum lainnya. Dari sini diketahui bahwa kelompok PKI akan sungguh-sungguh melakukan apa pun untuk mewujudkan cita-citanya menggantikan Pancasila dengan ideologi komunis.
Untuk itu, jika dilihat dari sejarah latar belakang pecahnya gerakan PKI, baik pada peristiwa Madiun tahun 1948 maupun tahun 1965, maka bukan tidak mungkin peristiwa serupa pada saat ini dan di masa yang akan datang akan bisa terulang sehingga akan menjadi bom waktu yang terus mengancam keberadaan Pancasila sebagai palsafah dan ideologi negara.
Gerakan PKI bermula dari sebuah ekspresi dari ideologi komunis yang mereka yakini. Sebagaimana disebutkan dalam banyak teori, keberadaan ideologi itu sangat sulit dihilangkan dari suatu kelompok atau individu karena ideologi adalah sebuah cara pandang seseorang atau kelompok terhadap suatu objek. Karena itu, jika saat ini kelompok PKI ditengarai sudah tidak ada, namun bukan berarti paham (ideologi) komunis juga benar-benar sudah hilang.
Oleh karena itu, dengan datangnya akhir September 2023, kita sebagai bangsa harus terus bersatu padu dengan jajaran TNI/Polri untuk mewaspadai munculnya gerakan ideologi komunis tersebut saat ini dan ke depan, demi menjaga keberadaan Pancasila dan keutuhan NKRI.
Di sisi lain masyarakat Indonesia khususnya generasi muda sejatinya dengan menjelang peringatan G 30 S PKI tahun 2023 dapat dijadikan momentum untuk menumbuhkan sikap cinta tanah air (nasionalisme), turut menyebarkan pesan-pesan positif kepada sesama terutama melalui media sosial dan lain sebagainya.
Selanjutnya generasi muda harus menjadi garda terdepan untuk turut serta dalam menjaga dan mengawal Pancasila sebagai ideologi negara. Bentuk pengawalan pancasila saat ini setidaknya ada dua cara, yaitu pertama; mewaspadai dan jauhkan diri dari pengaruh paham-paham radikal, intoleran, dan menganggap diri atau kelompoknya yang paling Pancasilas atau paling benar. Kedua; senantiasa berupaya untuk memahami, menghayati dan mengamalkan nilai-nilai moral yang terkandung dalam setiap sila Pancasila.
Sila pertama mengandung nilai religiusitas. Artinya Indonesia bukanlah negara agama, melainkan negara yang penduduknya diwajibkan untuk meyakini dan menganut agama tertentu yang dilindungi undang-undang, sehingga dengan semangat religiusitas tersebut diharapkan pola perilaku setiap warga negara selalu terjaga seperti nilai-nilai luhur setiap agama yang dianutnya, seperti kejujuran, konsistensi, toleran dan sebagainya.
Begitu pula dengan sila selanjutnya yang memuat nilai-nilai kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan persamaan di hadapan hukum. Dari semua nilai-nilai tersebut mewakili dan mewadahi seluruh nilai-nilai agama yang ada di tanah air, sehingga wajar jika dikatakan bahwa keberadaan Pancasila menjadi perekat bangsa Indonesia dengan semboyan Bhinke Tunggal Ika yang artinya meskipun demikian. beda-beda, tetap satu yaitu NKRI dan Merah Putih.