JAKARTA — Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Fachrul Razi meminta pimpinan MPR segera melantik Tamsil Linrung sebagai Wakil Ketua MPR. Diingatkannya, DPD RI bisa mengeluarkan mosi tidak percaya ke pimpinan MPR mengabaikan hasil Sidang Paripurna DPD yang sudah memutuskan mengganti Fadel Muhammad dengan Tamsil Linrung.
“Pimpinan MPR harus melaksanakan putusan dari DPD terkait pergantian wakil Ketua MPR dari unsur DPD. Kita sudah paripurnakan (usulan penggantian, Red) ini,” papar Fachrul, Kamis (16/2/2023).
Diingatkannya, DPD sudah melakukan sidang paripurna untuk pemilihan wakil ketua MPR secara demokratis. Hasilnya terpilih Tamsil Linrung yang diajukan untuk menggantikan Fadel Muhammad.
Tamsil Linrung, menurut Fachrul Razi harus segera dilantik. Hal ini karena menyangkut citra baik kelembagaan. Jika pimpinan MPR tidak segera melantik berarti MPR tidak melaksanakan perintah UU.
“Ini berbahaya karena nggota DPD bisa mengeluarkan mosi tidak percaya ke ketua MPR. Ini kan kuncinya ada di Ketua MPR,” kata Fachrul.
Jangan sampai, lanjut Fachrul, ada 136 anggota DPD kecewa dengan Ketua MPR. “Jangan menunjukkan etika ketatanegaraan yang tidak baik. Ini sudah ada putusan hukum yang harus dilaksanakan. Jika tidak dilaksanakan berarti menunjukkan citra yang tidak baik bagi MPR saat ini,” paparnya.
Fachrul mengingatkan pengadilan sudah menolak gugatan yang diajukan Fadel Muhammad terkait penggantian dirinya dengan Tamsil. Sehingga Fadel sudah tidak punya legitimasi menjadi Wakil Ketua MPR. “Secara hukum maupun putusan di parlemen, Pak Fadel sudah tidak sah,” kata Fachrul.
Pimpinan MPR, menurut Fachrul, harus segera melantik Tamsil. Pimpinan MPR diminta untuk tidak berpolitik dengan tidak segera pelantikan Tamsil. “Pengadilan sudah menolak gugatan yang diajukan Pak Fadel, yang mempersoalkan hasil sidang paripurna DPD yang memutuskan menggantinya,” kata anggota DPD dari daerah pemilihan Aceh ini.
Peneliti Indikator Politik Indonesia (IPI) Bawono Kumoro, mengatakan, melihat dari kasus Fadel Muhammad ini, serupa yang terjadi pada kasus penggantian wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Saat itu Fahri yang bermasalah dengan partainya, yaitu PKS. Saat itu PKS mencopot Fahri Hamzah sebagai wakil ketua DPR.
Namun pergantian itu tidak bisa dilakukan karena alasan proses hukum belum inkracht. “Sampai masa jabatannya selesai Pak Fahri masih bercokol sebagai wakil pimpinan DPR,” kata Bawono.
Jika harus menunggu proses hukum selesai, dari gugatan hingga banding berkali-kali, maka prosesnya bisa panjang. Bisa melebihi masa jabatnnya di DPR. “Hingga waktu itu PKS gagal mencopot Fahri untuk digantikan kader lain,” ungkap dia.
Dijelaskannya, proses politik dan proses hukum tidak bisa seiring sejalan. Dalam proses hukum ada tertib administrasi dan tertib hukum, sementara proses politik akan sangat tergantung kekuasaan siapa yang lebih kuat.